Suka duka berpuasa di bulan Ramadan di Austria

Bulan Ramadan dinanti-nanti dan disambut bahagia umat Islam dari seluruh dunia. Tentu saja bulan ke-9 dalam kalender Islam yang berdasarkan revolusi bulan mengelilingi bumi ini disambut bahagia ya.. termasuk kita di Austria 😊 Karena inilah bulan dimana pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, setan musuh abadi umat manusia dibelenggu hingga tidak bisa menggoda bahkan menjerumuskan manusia ke lembah nista

Inilah bulan yang penuh keberkahan, bulan dihapuskannya dosa-dosa yang lalu, bulan penuh pengampunan serta di dalamnya terdapat malam penuh kemuliaan yang lebih baik dari seribu bulan. MasyaAllah alhamdulillah

Bulan Ramadan identik dengan bulan puasa. Ya.. karena di bulan inilah umat Islam melaksanakan puasa wajib sebulan penuh, yang tidak ada di bulan-bulan lainnya

Bagaimana puasa di belahan bumi utara seperti di tempat ane tinggal Austria? Samakah suasananya dengan di tanah air tercinta Indonesia? Berapa lama waktu yang diperlukan untuk berpuasa di negeri musik ini? Bagaimana beribadah dan amal salih lainnya di negeri ini, seperti tarawih dan lain-lain?

Karena bulan Ramadan adalah salah satu bulan dalam kalender Islam yang mengikuti revolusi bulan terhadap bumi, maka kedatangannya tidak tepat setahun menurut ukuran kalender masehi yang berdasarkan matahari. Jadi, seandainya tiga tahun ke belakang bulan Ramadan jatuh pada musim panas, tiga tahun kemudian jatuh pada musim semi, seperti saat ini

Kehadiran bulan Ramadan pada musim-musim yang berbeda turut mempengaruhi durasi puasa, seperti di musim panas hingga mencapai 18 jam lamanya, di musim semi rata-rata 16 jam, bahkan di awal musim tidak sampai 16 jam. Tapi tentunya tetap seharian ya pemirsa.. dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Kenapa bisa beda begitu durasinya ya? Karena saat musim panas, siang hari lebih panjang daripada malam tergantung pada jauh dekatnya matahari dari bumi.

Sesuatu yang menyenangkan saat puasa di musim semi, suasananya yang dingin sejuk, tidak terlalu panas tetapi juga tidak terlalu dingin. Meski durasi masih seputaran 15-16 jam, puasa seperti tidak terasa. Ditambah lagi pemandangan sekitar yang indah luar biasa, bunga mekar dimana-mana MasyaAllah alhamdulillah adem sekali rasanya 🙂

Nah bagaimana dengan warga tropis seperti Indonesia yang biasa teratur waktunya, berkisar 13 jam saja? Apakah kaget dengan perubahan ini? Apalagi untuk yang baru pertama kali tinggal di Eropa yang bedanya mencapai hingga 5 jam. Oh jelas ya kaget. Tapi alhamdulillah meski demikian tetap bisa dijalankan tanpa kendala. Ini bukti bahwa Allah menguji kita sesuai batas kemampuan kita

Selain perbedaan waktu, di Eropa terutama yang tinggal di daerah yang notabene bule asli- ga ada orang asingnya sama sekali apalagi se Indonesia, jangan harap ada takjil atau jajanan pinggir jalan yang menjamur di bulan puasa. Jangankan jajanan pinggir jalan, warung tetangga aja ga ada 😊 Ga akan ada mbak-mbak yang jualan atau mas-mas dengan gerobak dorongnya menjajakan kuliner khas Indonesia, sate misalnya kalo mau ngemil sesudah tarawih

Jadi kalo pengen takjil khas Indonesia seperti cendol, klepon, pempek, bakso dkk harap bikin sendiri ya. Apa bisa? Nah di sinilah kita sebagai emak-emak tropis atau perantau lainnya seperti para pekerja dan mahasiswa ditantang keahliannya membuat berbagai takjil. Dari yang ga bisa bikin takjil bahkan ga bisa masak, alhamdulillah dengan niat baik dan tekat baja, bisa juga bikin takjil seperti aura puasa di tanah air. Meski mungkin ga sempurna karena keterbatasan bahan dan keahlian-takjilnya jadi juga 😊-lumayan jadi obat kangen ya

Buka puasa yang identik berkumpul bersama keluarga dan saudara, saling berbagi makanan antar keluarga, saudara dan tetangga ga akan kita temui di negara musik ini. Kecuali kita berada di kota terbesar se Austria dimana terdapat komunitas sesama muslim atau senegara yang cukup signifikan

Ga ada juga menunggu buka puasa dengan ngabuburit atau buka puasa bersama di lapangan terbuka atau di masjid. Paling inisiatif kita sendiri, seperti ane dan suami, jalan-jalan sore menikmati suasana kota, ke taman bunga kemudian membeli makanan berbuka puasa di restoran dan dibawa pulang atau makan di tempat

Nah karena di tempat kita ga ada masjid, ane tau azan berbuka atau sahur dari hp yang diinstal menggunakan aplikasi azan. Ga ada suara merdu mengaji dari masjid sebelum azan. Kalo mau tauziyah sebelum berbuka puasa atau sahur, bisa membuka channel tv muslim seperti Turki atau Arab

Bagaimana dengan sahur? Sahur kalo ane seperti biasa tetap nasi ga terlewatkan. Kalo suami ga biasa makanan berat, jadi sepotong roti dan kurma serta air putih dah cukup buatnya 😊Bagaimana kalo jarak berbuka puasa dan sahur begitu dekat, yang bahkan hanya 6 jam?

Kiza lihat yuk jam berbuka puasanya

Berbuka puasa di Austria berbeda-beda. Tidak seperti di Indonesia yang stabil, hanya beda beberapa menit. Kenapa begitu? Sudah ane jabarkan sebelumnya ya.. karena kita berada di belahan bumi utara yang mengikuti jauh dekatnya matahari. Kalo musim panas, siang lebih lama dibanding malam. Kalo Indonesia yang berada di bumi katulistiwa, siang dan malam tidak berbeda jauh

Saat musim panas kita pernah berpuasa hampir 18 jam. Jadi saat berbuka adalah jam setengah 10 malam, sahur sebelum jam setengah 4. Ini karena terbit fajar jam 3 lewat 😊

Kadangkala karena waktu yang sedemikian dekat, perut kita masih adem alias kenyang. Kalo begini enaknya ga sahur dong.. Iya benar. Tapi karena kita tahu betapa banyak keberkahan sahur, bahkan Rsulullah SAW berkata sahurlah meski hanya dengan sebiji kurma, maka kita tetap bersahur

Bagaimana bersahur kita dengan kondisi demikian yang ga akan kita jumpai di negeri muslim terbesar di dunia Indonesia? Kita bisa mengurangi porsi sahur atau cukup mengkonsumsi kurma, tiga atau lima atau tujuh butir dan air putih. Kurma akan memberi kenyang lebih lama hingga saat berbuka, begitupun membuat stamina kita tetap terjaga, yang tidak berbeda saat kita sahur dengan nasi lengkap dengan lauk pauknya 🙂

Untuk ibadah tidak ada masalah bagi yang berada di kota metropolitan. Kita bisa beribadah semisal tarawih ke masjid terbesar se Austria, Vienna Islamic Center yang satu-satunya masjid yang berbentuk sebenar-benarnya masjid dengan kubah dan menaranya se Austria yang berada di kota Wina.

Bagaimana dengan kita yang tidak memiliki masjid di lingkungan sekitar kita? Apakah kita ga perlu tarawih? Oh tentunya kalo tak ada masjid jangan memaksakan diri ke masjid ya.. apalagi harus ditempuh dengan 3 jam perjalanan bermobil ke masjid terbesar, kecuali sekali-sekali. Meski demikian, tarawih tetap suatu keharusan dong. Karena ibadah sunah ini sangat besar pahalanya. Di bulan Ramadan setiap amalan kita diganjar berkali lipat yang tidak ada di bulan-bulan lainnya. MasyaAllah alhamdulillah

Kita tetap melakukan ibadah tarawih di rumah. Begitu juga tadarusan. Hmm.. jadi ingat suasana menyambut tarawih di tanah air. Kita sangat antusias dan berbahagia melangkah ke masjid yang ga jauh dari rumah untuk beribadah tarawih, bersama emak, bibi, keponakan dan saudara. Kadangkala safari Ramadan, sholat di masjid lainnya dan pastinya semakin menambah saudara seiman ya..

Saat mudik ke Indonesia, suami sangat berbahagia bisa tarawih dan sholat fardu lainnya di masjid. Teman-teman barunya banyak. Mereka juga antusias sama antusiasnya dengan suami ane. Kadang saat berbuka di masjid dan kemudian berbuka dengan takjil kemudian nasi Padang, suami anteng menikmatinya, meski sedikit kepedasan saat mencicipi sambel ijo balado yang dikiranya sayuran 😊

Oh iya.. bagaimana dengan bekerja di Austria selama bulan Ramadan? Adakah pengurangan jam kerja bagi para pekerja seperti di Indonesia? Karena di negeri ini minoritas muslim dan bulan yang suci bagi umat muslim ini adalah bulan yang biasa saja seperti bulan lainnya, maka tidak ada yang namanya pengurangan jam kerja ya pemirsa.. Yang bekerja tetap bekerja seperti biasa termasuk di hari pertama berpuasa

Begitu juga dengan aktivitas di kota. Restoran dan cafe tetap buka selama Ramadan, begitu juga yang makan minum hingga keluar restoran. Jadi kita yang berpuasa yang harus bisa menahan diri dan kuat iman. Beda dengan di tanah air ya yang tutup restoran, warung makan dan buka menjelang sore hari saat banyak yang mencari takjil dan menu untuk berbuka puasa

Pemandangan di luar rumah pun seperti biasa.  Di musim panas karena suhu yang panas dan juga ingin menikmati sinar matahari, banyak yang memakai baju minimalis. Bagi yang berpuasa ini ujian.. kaget ya pasti. Apalagi yang baru menginjakkan kakinya di bumi Eropa.. apalagi warga tropis dan Timur yang di negaranya masih terbilang sopan berpakaian. Jadi menjaga pandangan adalah suatu kewajiban

Nah kecuali saat corona dan terdapat pemberlakuan lockdown. Restoran dan cafe-cafe pada tutup, tidak didapati warga berkeliaran tak tentu arah, suasana kota seperti kota mati. Kalopun keluar, pakaian seperti hendak ke bulan, tertutup semua hanya terlihat mata

Demikianlah pemirsa sekelumit suka duka berpuasa di Austria. Bagaimana berpuasa di tempat pemirsa.. adakah yang sama dengan yang kita alami di negeri anggur ini?

Semoga ibadah kita di bulan yang penuh berkah ini tanpa kendala dan dirahmati Allah ya pemirsa InsyaAllah aamiin

Sampai jumpa di edisi selanjutnya

Schreibe einen Kommentar